HASIL
BELAJAR MENURUT BLOOM DAN REVISINYA MENURUT KARTHWOHL
Taksonomi Bloom adalah struktur
hierarkhi yang mengidentifikasikan skills mulai dari tingkat yang rendah
hingga yang tinggi. Tentunya untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, level
yang rendah harus dipenuhi lebih dulu. Dalam kerangka konsep ini, tujuan
pendidikan ini oleh Bloom dibagi menjadi tiga domain/ranah kemampuan
intelektual (intellectual behaviors) yaitu kognitif, afektif dan
psikomotorik.
Taksonomi Bloom mengalami dua kali
perubahan perubahan yaitu Taksonomi yang dikemukakan oleh Bloom sendiri dan
Taksonomi yang telah direvisi oleh Andreson dan KartWohl.
A. Ranah
Kognitif
Tujuan kognitif atau
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut
Bloom, segala upaya yang menyangkut aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah
kognitif. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berfikir, mulai
dari jenjang terendah sampai jenjang yang tertinggi yang meliputi 6 tingkatan
antara lain :
a.
Pengetahuan (Knowledge) – C1
Pada level atau tingkatan terendah
ini dimaksudkan sebagai kemampuan mengingat kembali materi yang telah
dipelajari, misalnya: (a) pengetahuan tentang istilah; (b) pengetahuan tentang
fakta khusus; (c) pengetahuan tentang konvensi; (d) pengetahuan tentang
kecendrungan dan urutan; (e) pengetahuan tentangklasifikasi dan kategori; (f)
pengetahuan tentang kriteria; dan (g) pengetahuan tentang metodologi. Contoh:
menyatakan kebijakan.
b.
Pemahaman (Comprehension) – C2
Pada level atau tingkatan kedua ini,
pemahaman diartikan sebagai kemampuan memahami materi tertentu, dapat dalam
bentuk: (a) translasi (mengubah dari satu bentuk ke bentuk lain); (b) interpretasi
(menjelaskan atau merangkum materi);(c) ekstrapolasi (memperpanjang/memperluas
arti/memaknai data). Contoh : Menuliskan kembali atau merangkum materi
pelajaran
c.
Penerapan (Application) – C3
Pada level atau tingkatan ketiga
ini, aplikasi dimaksudkan sebagai kemampuan untuk menerapkan informasi dalam
situasi nyata atau kemampuan menggunakan konsep dalam praktek atau situasi yang
baru. Contoh: Menggunakan pedoman/ aturan dalam menghitung gaji pegawai.
d.
Analisa (Analysis) – C4
Analisis adalah kategori atau
tingkatan ke-4 dalam taksonomi Bloom tentang ranah (domain) kognitif. Analisis
merupakan kemampuan menguraikan suatu materi menjadi bagian-bagiannya.
Kemampuan menganalisis dapat berupa: (a) analisis elemen (mengidentifikasi
bagian-bagian materi); (b) analisis hubungan (mengidentifikasi hubungan); (c)
analisis pengorganisasian prinsip (mengidentifikasi
pengorganisasian/organisasi). Contoh: Menganalisa penyebab meningkatnya Harga
pokok penjualan dalam laporan keuangan dengan memisahkan komponen- komponennya.
e.
Sintesis (Synthesis) – C5
Level kelima adalah sintesis yang
dimaknai sebagai kemampuan untuk memproduksi. Tingkatan kognitif kelima ini
dapat berupa: (a) memproduksi komunikasi yang unik; (b) memproduksi rencana
atau kegiatan yang utuh; dan (c) menghasilkan/memproduksi seperangkat hubungan
abstrak. Contoh: Menyusun kurikulum dengan mengintegrasikan pendapat dan materi
dari beberapa sumber.
f.
Evaluasi (Evaluation) – C6
Level ke-6 dari taksonomi Bloom pada
ranah kognitif adalah evaluasi. Kemampuan melakukan evaluasi diartikan sebagai
kemampuan menilai ‘manfaat’ suatu benda/hal untuk tujuan tertentu berdasarkan
kriteria yang jelas. Paling tidak ada dua bentuk tingkat (level) evaluasi
menurut Bloom, yaitu: (a) penilaian atau evaluasi berdasarkan bukti internal;
dan (2) evaluasi berdasarkan bukti eksternal. Contoh: Membandingkan hasil ujian
siswa dengan kunci jawaban.
B. Ranah
Afektif
Ranah Afektif mencakup segala
sesuatu yang terkait dengan emosi, misalnya perasaan, nilai, penghargaan,
semangat,minat, motivasi, dan sikap. Lima kategori ranah ini diurutkan mulai
dari perilaku yang sederhana hingga yang paling kompleks :
a.
Penerimaan (Receiving) – A1
Mengacu kepada kemampuan
memperhatikan dan memberikan respon terhadap sitimulasi yang tepat. Penerimaan
merupakan tingkat hasil belajar terendah dalam domain afektif. Dan kemampuan
untuk menunjukkan atensi dan penghargaan terhadap orang lain. Contoh: mendengar
pendapat orang lain, mengingat nama seseorang.
b.
Responsive (Responding) – A2
Satu tingkat di atas penerimaan.
Dalam hal ini siswa menjadi terlibat secara afektif, menjadi peserta dan
tertarik. Kemampuan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan selalu
termotivasi untuk segera bereaksi dan mengambil tindakan atas suatu kejadian.
Contoh: berpartisipasi dalam diskusi kelas
c.
Nilai yang dianut (Value) – A3
Mengacu kepada nilai atau pentingnya
kita menterikatkan diri pada objek atau kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi
seperti menerima, menolak atau tidak menghiraukan. Tujuan-tujuan tersebut dapat
diklasifikasikan menjadi “sikap dan opresiasi”. Serta Kemampuan menunjukkan
nilai yang dianut untuk membedakan mana yang baik dan kurang baik terhadap
suatu kejadian/obyek, dan nilai tersebut diekspresikan dalam perilaku. Contoh:
Mengusulkan kegiatan Corporate Social Responsibility sesuai dengan nilai
yang berlaku dan komitmen perusahaan.
d.
Organisasi (Organization) – A4
Mengacu kepada penyatuan nilai,
sikap-sikap yang berbeda yang membuat lebih konsisten dapat menimbulkan
konflik-konflik internal dan membentuk suatu sistem nilai internal, mencakup
tingkah laku yang tercermin dalam suatu filsafat hidup. Dan Kemampuan membentuk
system nilai dan budaya organisasi dengan mengharmonisasikan perbedaan nilai.
Contoh: Menyepakati dan mentaati etika profesi, mengakui perlunya keseimbangan
antara kebebasan dan tanggung jawab.
e.
Karakterisasi (characterization) – A5
Mengacu kepada karakter dan daya
hidup sesorang. Nilai-nilai sangat berkembang nilai teratur sehingga tingkah
laku menjadi lebih konsisten dan lebih mudah diperkirakan. Tujuan dalam
kategori ini ada hubungannya dengan keteraturan pribadi, sosial dan emosi jiwa.
Dan Kemampuan mengendalikan perilaku berdasarkan nilai yang dianut dan
memperbaiki hubungan intrapersonal, interpersonal dan social. Contoh:
Menunjukkan rasa percaya diri ketika bekerja sendiri, kooperatif dalam
aktivitas kelompok
C.
Ranah Psikomotorik
Ranah Psikomotorik meliputi gerakan
dan koordinasi jasmani, keterampilan motorik dan kemampuan fisik. Ketrampilan
ini dapat diasah jika sering melakukannya. Perkembangan tersebut dapat diukur
sudut kecepatan, ketepatan, jarak, cara/teknik pelaksanaan. Ada tujuh kategori
dalam ranah psikomotorik mulai dari tingkat yang sederhana hingga tingkat yang
rumit.
a.
Peniruan – P1
Terjadi ketika siswa mengamati suatu
gerakan. Mulai memberi respons serupa dengan yang diamati. Mengurangi
koordinasi dan kontrol otot-otot saraf. Peniruan ini pada umumnya dalam bentuk
global dan tidak sempurna.
b.
Manipulasi – P2
Menekankan perkembangan kemampuan
mengikuti pengarahan, penampilan, gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan suatu
penampilan melalui latihan. Pada tingkat ini siswa menampilkan sesuatu menurut
petunjuk-petunjuk tidak hanya meniru tingkah laku saja.
c.
Ketetapan – P3
Memerlukan kecermatan, proporsi dan
kepastian yang lebih tinggi dalam penampilan. Respon-respon lebih terkoreksi
dan kesalahan-kesalahan dibatasi sampai pada tingkat minimum.
d.
Artikulasi – P4
Menekankan koordinasi suatu
rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang tepat dan mencapai yang diharapkan
atau konsistensi internal di natara gerakan-gerakan yang berbeda.
e.
Pengalamiahan – P5
Menurut tingkah laku yang
ditampilkan dengan paling sedikit mengeluarkan energi fisik maupun psikis.
Gerakannya dilakukan secara rutin. Pengalamiahan merupakan tingkat kemampuan
tertinggi dalam domain psikomotorik.
Prinsip Dasar Penyusunan Taksonomi
Ada 4 buah prinsip dasar yang
digunakan Bloom dan Krathwohl dalam melahirkan taksonomi, yaitu:
a.
Prinsip metodologis (cara guru mengajar)
b. Prinsip
psikologis (fenomena kejiwaan)
c.
Prinsip logis (logis dan konsisten)
d. Prinsip
tujuan (keselarasan antara tujuan dan nilai-nilai)
Latar Belakang Revisi Taksonomi
Bloom
Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi
yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali dirancang oleh Benjamin S.
Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa
domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam
pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.
Tujuan pendidikan dibagi ke dalam
tiga domain, yaitu:
1.
Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan,
pengertian, dan keterampilan berpikir.
2.
Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara
penyesuaian diri.
3.
Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan
mengoperasikan mesin.
Beberapa istilah lain yang juga
menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut di antaranya seperti
yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu: cipta, rasa, dan
karsa. Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan
pengamalan.
Dari setiap ranah tersebut dibagi
kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara
hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah
laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan
menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya
dalam ranah kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua
juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.
Bloom memimpin pengembangan ranah
kognitif yang menghasilkan enam tingkatan kognitif. Tingkatan paling sederhana
adalah pengetahuan, berikutnya pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan
penilaian yang lebih bersifat kompleks dan abstrak. Sedangkan ranah afektif
yang berdasarkan penghayatan dipimpin oleh David R. Krathwohl, ranah
psikomotorik yang berhubungan dengan gerakan refleks sederhana ke gerakan
syaraf dipimpin oleh Anita Harrow.
Revisi Taksonomi Bloom
Pada tahun 1994, salah seorang murid
Bloom, Lorin Anderson Krathwohl dan para ahli psikologi aliran kognitivisme
memperbaiki taksonomi Bloom agar sesuai dengan kemajuan zaman. Hasil perbaikan tersebut
baru dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Revisi
hanya dilakukan pada ranah kognitif. Revisi tersebut meliputi:
1. Perubahan
kata kunci dari kata benda menjadi kata kerja untuk setiap level taksonomi.
2. Perubahan
hampir terjadi pada semua level hierarkhis, namun urutan level masih sama yaitu
dari urutan terendah hingga tertinggi. Perubahan mendasar terletak pada level 5
dan 6. Perubahan-perubahan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
· Pada level 1, knowledge diubah
menjadi remembering (mengingat).
· Pada level 2, comprehension dipertegas
menjadi understanding (memahami).
· Pada level 3, application diubah
menjadi applying (menerapkan).
· Pada level 4, analysis menjadi
analyzing (menganalisis).
· Pada level 5, synthesis dinaikkan
levelnya menjadi level 6 tetapi dengan perubahan mendasar, yaitu creating (mencipta).
· Pada level 6, Evaluation turun
posisisinya menjadi level 5, dengan sebutan evaluating (menilai).
Jadi, Taksonomi Bloom baru versi
Kreathwohl pada ranah kognitif terdiri dari enam level: remembering
(mengingat), understanding (memahami), applying (menerapkan), analyzing
(menganalisis, mengurai), evaluating (menilai) dan creating (mencipta). Revisi
Krathwohl ini sering digunakan dalam merumuskan tujuan belajar yang sering kita
kenal dengan istilah C1 sampai dengan C6.
Sama dengan sebelum revisi, tiga
level pertama (terbawah) merupakan Lower Order Thinking
Skills, sedangkan
tiga level berikutnya Higher Order Thinking Skill. Jadi, dalam
menginterpretasikan piramida di atas, secara logika adalah sebagai berikut:
- Sebelum kita memahami sebuah konsep
maka kita harus mengingatnya terlebih dahulu
- Sebelum kita menerapkan maka kita harus
memahaminya terlebih dahulu
- Sebelum kita menganalisa maka kita harus
menerapkannya dulu
- Sebelum kita mengevaluasi maka kita harus
menganalisa dulu
- Sebelum kita berkreasi atau
menciptakan sesuatu, maka kita harus mengingat, memahami, mengaplikasikan,
menganalisis dan mengevaluasi.
Beberapa kritik dilemparkan kepada
penggambaran piramida ini. Ada yang beranggapan bahwa semua kegiatan tidak
selalu harus melewati tahap yang berurutan. Proses pembelajaran dapat dimulai dari
tahap mana saja tergantung kreasi tiap orang. Namun demikian, memang diakui
bahwa pentahapan itu sebenarnya cocok untuk proses pembelajaran yang
terintegrasi.
Hingga saat ini ranah afektif dan psikomotorik
belum mendapat perhatian. Skill menekankan aspek psikomotorik yang
membutuhkan koordinasi jasmani sehingga lebih tepat dipraktekkan bukan dipelajari.
Attitude juga merupakan faktor yang sulit diubah selama proses
pembelajaran karena attitude terbentuk sejak lahir. Mungkin itulah
alasan mengapa revisi baru dilakukan pada ranah kognitif yang difokuskan pada knowledge.
Liza
Amelia
(0610074912)
BELAJAR
dan PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN
MATEMATIKA
FAKULTAS
KEGURUAN dan ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
PEKALONGAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar